URBAN SPRAWL DAN LINGKUNGAN


Abstraksi
Semakin bertambahnya penduduk kota menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap jumlah lahan yang digunakan, baik untuk fungsi perumahan, perkantoran, dan fasilitas sosial ekonomi lainnya. Sedangkan, setiap kota telah memiliki ketentuan dalam menerapkan batas administratifnya masing-masing, jika kebutuhan masyarakat kota akan guna lahan semakin meningkat, maka untuk memenuhinya diperlukan suatu pengembangan atau perluasan wilayah ke daerah-daerah disekitar kota tersebut. Fenomena ini kini dikenal sebagai fenomena Urban sprawl yang ditandai oleh adanya alih fungsi lahan yang ada di sekitar kota (urban periphery) yang tidak terkontrol, mengingat terbatasnya jumlah lahan yang ada dipusat kota tersebut. Pada awalnya, keberadaan fenomena ini diduga akan memberi dampak yang baik bagi kota tersebut maupun daerah perluasan wilayahnya. Namun pada kenyataannya, ternyata lebih banyak dampak negatif yang diberikan oleh fenomena Urban sprawl ini pada perkembangan suatu wilayah. Karena menurut teori, perkembangan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya, terutama antara wilayah kota dengan wilayah pinggirannya.

Kata kunci: Urban sprawl, lahan, transportasi, zoning, gunalahan, perkotaan, perdesaan

 I. Pendahuluan
Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Urban didefinisikan sebagai sebuah kota, sedangkan kata Sprawl diartikan sebagai pergi, datang, atau tersebar secara irregular (acak). Urban sprawl atau urban terkapar, dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekaran kota yang secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana. Yaitu merupakan bentuk pertambahan luas kota secara fisik, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya arus urbanisasi. Peristiwa pertumbuhan keluar area kota inipun semakin meluas, hingga mencapai area perdesaan, yaitu area yang awalnya memiliki jumlah populasi yang lebih rendah dibanding kota.
Fenomena Urban sprawl terjadi saat suatu kota sedang mengalami pertumbuhan, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah populasi penduduk dan jumlah area lahan secara acak. Fenomena Urban sprawl ini memiliki dampak yang positif, yaitu menjadikan rumah berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun, fenomena ini ternyata juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi komunitas di sekitarnya. Banyak masalah perkotaan yang muncul baru-baru ini, akibat adanya pemekaran wilayah keluar area kota.
Beberapa contoh yang fenomena Urban sprawl yang dapat kita tinjau adalah kawasan metropolitan Detabek, Depok-Tangerang-Bekasi dan yang terjadi di Amerika Serikat belakangan ini. Depok, Tangerang dan Bekasi sebenarnya merupakan daerah sprawl dari Metropolitan Jakarta. Mahalnya harga pertanahan di pusat kota, dan daerah perkotaan menjadi faktor utama yang menyebabkan banyak dari penduduk yang Jakarta berinisiatif untuk mencari lahan di pinggiran kota. Sama halnya dengan yang terjadi di Amerika Serikat, Sebelum tahun 1945, masyarakat Amerika hidup di lingkungan yang aman dan nyaman. Masyarakat tinggal di lingkungan perumahan yang biasa disebut sebagai Garden City Model (model kota taman) yang diperkenalkan oleh Ebenezer Howard. Kota kecil seperti ini mempunyai filosofi mengkombinasikan berbagai fungsi penunjang kehidupan untuk masyarakat dengan beragam penghasilan serta kemudahan untuk menjangkau fasilitas-fasilitas tersebut, yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki (walkable). Akan tetapi setelah perang dunia ke dua, mulai dibangun mall, pusat pertokoan, jalan bebas hambatan (highway) dan infrastruktur yang jangkauannya harus ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor (automobilecentris). Hal ini telah mendorong perkembangan perkotaaan yang melebar dan tidak terkendali (urban sprawl) yang terjadi sampai saat ini. Hal ini menyebabkan institusionalisasi daerah-daerah sprawl (sebaran) menjadi daerah administrasi definitif. Kota diarahkan untuk meminimimalisir ketertinggalan pembangunan daerah-daerah sprawl. Pembangunan kawasan permukiman baru dan kawasan fungsi lainnya oleh developer dipinggiran kota termasuk dalam rangka meningkatkan kualitas fisik sprawl.

 II. Mengapa terjadi Urban sprawl?  

Urban sprawl adalah suatu proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran yang melimpah, dengan kata lain terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah luar. Lebih jauh lagi, definisi dari urban sprawl adalah suatu proses perubahan fungsi dari wilayah yang bernama perdesaan menjadi wilayah perkotaan. Perdesaan yang selama ini dianggap sebagai penyokong kehidupan perkotaan, yang membantu kota dalam pemenuhan kebutuhannya terutama dalam bidang pertanian, budidaya, kawasan lindung dan non-industri, justru mengalami kenaikan tingkat fungsi guna lahan, menjadi kawasan permukiman padat penduduk, bahkan kawasan industri. Urban sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara vertikal maupun horisontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota.

Banyak alasan yang mendasari terjadinya fenomena urban sprawl ini. Mulai dari perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea pinggiran kota, asumsi harga lahan yang lebih murah dan terjangkau serta kondisi udara yang masih sehat, belum banyak tercemari seperti pusat kota. Selain itu alasan yang juga menyebabkan masyarakat memilih tinggal diarea pinggiran kota adalah karena belum terlalu padat penduduk yang ada disana, jika
dibandingkan dengan kawasan perkotaan, Ditambah karena memiliki akses yang dekat untuk menuju ke pusat kota.
Seiring berjalannya waktu, dengan semakin meningkatnya pendapatan mereka, penduduk yang semula menyewa rumah diarea perkotaan karena ingin dekat dengan tempat dimana mereka bekerja, sebagian besar/ mayoritas memilih untuk tinggal di luar kota (pinggiran kota) agar dapat  memiliki rumah tinggal sendiri. Walaupun pada sebagian penduduk yang berpenghasilan rendah dengan terpaksa menempati rumah tinggal yang sempit dan kumuh, asalkan rumah tersebut miliknya sendiri. Sehingga biaya sewa rumah tidak lagi menjadi beban bagi anggaran rutin mereka.
Karena tidak terlalu dekatnya tempat tinggal mereka dengan lokasi dimana mereka bekerja, masyarakat di pinggiran kota yang lebih cenderung menggunakan moda kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil pribadi untuk menuju lokasi kegiatan mereka yang lebih terkonsentrasi di pusat kota. Sedangkan banyaknya angkutan umum bermotor seperti bus, oplet dan taxi dapat mengindikasikan terjadinya fenomena urban sprawl ini. Dimana salah satu alasannya adalah pembuktian bahwa belum memadainya tingkat pelayanan fasilitas bagi masyarakat pinggiran kota, dalam
hal ini adalah angkutan umum. Kurangnya pelayanan transportasi (angkutan umum) bagi masyarakat di pinggiran kota untuk menuju pusat kota jika dibandingkan dengan di pusat kota, sehingga gejala ini menjadikan angkutan umum seolah-olah disediakan hanya bagi warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi (captive people).
Selain perilaku masyarakat mengenai kepemilikan tanah dan transportasi, peran pemerintahpun ternyata juga turut mengambil andil dalam keberadaan fenomena Urban sprawl ini. Keberadaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) diyakini masih belum dapat diimplementasikan dalam mencapai tata ruang yang pro-lingkungan. Terlalu banyak kepentingan sosial ekonomi yang ingin dilaksanakan oleh pemerintah setempat, sehingga pada kenyataannya mempengaruhi pelaksanaan RTRW. Hal ini diyakini dapat menyebabkan fungsi lingkungan terabaikan. Rencana awal yang disusun masih baik dalam teori konsep, tetapi karena tidak dapat diimplementasikan maka keberadaannya tidak mampu memformat kota agar dapat terkendali sesuai rencana. Sehingga pemekaran
wilayahpun menjadi tidak terstruktur, tidak sesuai dengan rencana awal pembangunan wilayah tersebut.

Gambar Ilustrasi Urban sprawl
        

III. Karakteristik Urban sprawl 

Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna lahan yang terjadi secara serempak, seperti sebagai berikut:

1. Single-use zoning

Keadaan ini menunjukkan situasi dimana kawasan komersial, perumahan dan area industri saling terpisah antar satu dengan yang lain. Sebagai konsekuensinya, bidang besar tanah digunakan sebagai penggunaan lahan tunggal yang saling terpisahkan, antara ruang terbuka, infrastruktur atau hambatan lainnya. Sebagai hasilnya, lokasi dimana masyarakat yang tinggal, bekerja,  berbelanja, dan rekreasi memiliki jarak yang jauh, antara satu dan yang lainnya, sehingga kegiatan seperti berjalan kaki, transit, dan bersepeda tidak dapat digunakan, tetapi lebih membutuhkan mobil.
 2. Low-density zoning Sprawl 
mengonsumsi jauh lebih banyak penggunaan lahan perkapita dibandingkan perkembangan kota tradisional, karena peraturan penzonaan seharusnya menyatakan bahwa perkembangan kota seharusnya berada dalam kepadatan penduduk yang rendah. Definisi yang tepat mengenai kepadatan yang rendah ini relatif, contohnya rumah tinggal tunggal, yang sangat luas, kurang dari sama dengan 4 unit per are. Bangunan tersebut memiliki banyak penggunaan lahan dan saling berjauhan satu sama lain, terpisahkan  oleh halaman rumput, landscape, jalan atau lahan parker yang luas. Lahan parkir yang luas jelas didesain untuk jumlah mobil yang banyak. Dampak dari perkembangan kepadatan penduduk yang rendah ini mengalami peningkatan secepat peningkatan populasi pula. Overall density is often lowered by "leap-frog development". Pada umumnya, pengembang membutuhkan kepastian tingkat persentase  bagi pengembangan lahan untuk penggunaan publik, termasuk jalan raya, lapangan parkir dan gedung sekolah. Dahulu, saat pemerintah lokal menunjuk suatu lokasi dan ternyata lahannya kurang, mereka dapat dengan mudah melakukan bernacam jenis perluasan wilayah, karena tidak ada kekuasaan yang tinggi untuk melakukan penghukuman. Pengembang privat jelas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut.

 3. Car-dependent communities

Area yang mengalami Urban sprawl biasa dikenali dengan tingkat penggunaan mobil yang tinggi sebagai alat transportasi, kondisi ini biasa disebut dengan automobile dependency. Kebanyakanaktivitas disana, seperti berbelanja dan nglaju (commuting to work), membutuhkan mobil sebagai akibat dari isolasi area dari zona perumahan dengan kawasan industri dan kawasan komersial. Berjalan kaki dan metode transit lainnya tidak cocok untuk digunakan, karena banyak dari area ini yang hanya memiliki sedikit bahkan tidak sama sekali area yang dikhususkan bagi pejalan kaki.

IV. Dampak-dampak yang terjadi akibat fenomena Urban sprawl

Setiap peristiwa pasti memiliki dampak bagi lingkungan sekitarnya maupun bagi objek itu sendiri. Sama halnya yang terjadi pada fenomena Urban sprawl ini. Ada beberapa dampak yang akan saya paparkan mengenai fenomena ini. Dampak positifnya adalah:
  1. Bertambahnya jumlah penduduk yang akan meningkatkan kepadatan penduduk diwilayah tersebut.
  2. Semakin berkembangnya wilayah disekitar kota yang terkena dampak, baik perdesaan maupun perkotaan. Karena akibat  semakin banyak penduduk yang bermukim disana, semakin banyak aktivitas yang terjadi yang akan meningkatkan perekonomian wilayah.
  3. Bertambahnya infrastruktur diwilayah yang terkena dampak, sebagai supply dari pemerintah setempat akan kebutuhan masyarakatnya.
Namun ternyata, selain memiliki dampak positif, fenomena urban sprawl ini juga memiliki dampak yang negatif. Bahkan dengan jumlah yang lebih banyak, diantaranya adalah :
  1. Semakin berkurangnya lahan subur untuk pertanian dan lahan sebagai habitat bagi makhluk hidup, selain manusia. Para petani terkadang lebih memilih untuk menjual sawah mereka untuk pengembangan perumahan oleh stakeholders dan meningkatkan persediaan keuangan mereka untuk simpanan dihari tua. Sedangkan kawasan lindung, yang seharusnya memiliki peran untuk melindungi kawasan, serta habitat yang ada didalamnya, keberadaannya juga semakin menyempit karena mengalami perubahan guna lahan, yang dimanfaatkan untuk  pembangunan gedung dan perumahan untuk kepentingan manusia.
  1. Morfologi kota yang semakin tidak teratur
Akibat terjadinya pemekaran kota keluar area yang tidak diawali dengan rencana mengakibatkan morfologi kota menjadi tidak teratur. Terjadi banyak perubahan penggunaan lahan dikawasan yang terkena urban sprawl tersebut, Kondisi existing tidak lagi sesuai dengan rencana awal guna lahan yang tercantum pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Para stakeholders umumnya akan berasumsi bahwa nilai guna ekonomis suatu lahan akan semakin meningkat jika lahan tersebut dijadikan sebagai perumahan, bahkan area komersil yang tentunya akan menguntungkan bagi mereka.
  1. Meningkatnya biaya pajak lokasi kawasan permukiman yang semakin meluas dan menjauh, terpisah dari pusat kota, menyebabkan biaya dari penyediaan dan pelayanan fasilitas dan infrastruktur yang semakin mahal karena ongkos kirimnya yang lebih mahal. Sehingga pemerintah lokalpun membutuhkan biaya yang ekstra untuk memperluas jaringan pelayanan yang kemudian meningkatkan harga wajib pajak bagi masyarakat setempat.
  1. Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta meningkatnya konsumsi energi oleh manusia
Semakin banyaknya penduduk yang tinggal disuatu wilayah maka semakin banyak sumber daya yang dibutuhkan dari alam untuk pemenuhan kebutuhan mereka. Semakin banyak juga pengeluaran/ sisa buangan dari proses pengolahannya. Sesuai dengan fungsi alam yang sebenarnya, yaitu sebagai penyedia sumber daya sekaligus sebagai tempat penampungan/ limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia tersebut. Oleh karena itu selain menyebabkan peningkatan polusi dari hasil sisa
tersebut, ketersediaan dari energi dan sumber daya alam juga akan semakin berkurang karena tingkat konsumsi dari manusia yang semakin tingi pula.
  1. Terjadinya kesenjangan sosial.
Karena adanya kawasan kumuh (slum). Daerah slum / slums adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di kota atau perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya. dan permukiman liar (squatter settlement).
V. Urban sprawl bukan sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Banyak sekali masyarakat yang beranggapan bahwa pasar dan mekanismenya-lah
yang mengakibatkan Urban sprawl, serta ketergantungan terhadap kendaraan bermotor, dan pilihan dalam memilih tempat tinggal. Kesimpulan tersebut sangat keliru. Justru, munculnya urban sprawl sebenarnya bisa dikatakan sebagai sebuah upaya yang dikoordinasikan dimana setelah perang dunia II kepentingan swasta mulai diijinkan secara illegal untuk mengganti/ merubah moda transportasi yang telah ada dan berjalan baik ke moda transportasi lain yang memicu timbulnya urban sprawl. Sebagai contoh, Pacific Electric Railway di Los Angeles yang telah menghubungkan seluruh bagian kota dihapuskan akibat lobby yang kuat dari perusahaan pengembang jalan bebas hambatan (Highway). Dengan alasan lebih ekonomis, maka system jaringan kereta api diganti dengan jaringan jalan bebas hambatan yang pada akhirnya mengakibatkan timbulnya kota yang melebar (sprawl).
Kota-kota transit yang berkembang pada tempat pemberhentian stasiun KA berubah dengan pola pembangunan yang membentang dan menerus (ribbon development). Lebih lanjut, eratnya hubungan pengembangan jalan bebas hambatan dengan pemerintah telah mengakibatkan dominasi penggunaan kendaraan bermotor, perubahan sistem pajak, dan perubahan peraturan zonasi (zone law) yang pro sprawl.
Akhir-akhir ini kesadaran bahwa Urban sprawl bukan pilihan terbaik untuk tinggal mulai muncul. Kesadaran ini ditandai dengan tumbunya pergerakan pembangunan dan arsitektural yang dinamakan “ New Urbanism” yang dimulai tahun 80-an sebagai suatu cara untuk menghambat para pengembang dalam membangun sistem perumahan yang mendorong ketergantungan terhadap kendaraan bermotor, mendorong pengembangan pola jalan lingkungan yang ramah masyarakat (people friendly), rumah dengan beranda depan, bangunan multiguna, dan perumahan dengan penghuni dari berbagai kelas masyarakat. New urbanisme ini merupakan upaya untuk kembali membangun masyarakat AS yang sesungguhnya.
Sedangkan menurut realita di Indonesia khususnya Jakarta, dan wilayah pengembangan disekitarnya, Depok, Tangerang dan Bekasi memang wajar terjadi fenomena seperti ini. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya dan perpindahan (migrasi) masyarakat dari luar Provinsi DKI Jakarta, yang ingin memperbaiki kehidupan mereka dan memilih untuk mencari pekerjaan di Jakarta ini. Untuk memiliki rumah dikawasan pusat kota tentu mahal harganya, namun tetap ingin memiliki rumah sendiri, oleh karena itu banyak dari mereka yang memilih untuk memiliki tempat tinggal dipinggiran kota. Namun tidak hanya migran yang tinggal dipinggiran kota, masyarakat asli baik yang menengah ke atas maupun menerngah kebawah juga lebih memilih tinggal dikawasan pinggiran kota, dengan alasan menjauh dari keramaian dan kemacetan. Agar lebih aman dan mengurangi konsumsi polusi dari pusat kota. Walaupun jarak dari perkantoran ke permukiman menjadi lebih jauh. Namun hal ini sebenarnya bisa dihindari dengan adanya penerapan kebijakan yang lebih tegas dari pemerintah jika ada pelanggaran dalam penggunaan lahan dan kepemilikan tanah.
VI. Pemecahan Masalah
Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh urban sprawl, beberapa upaya pemecahan yang dapat dilakukan, antara lain : 
  1. Menciptakan kehidupan yang lebih berarti ( more fulfilling life). 
Upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah mendorong kegiatan volunteer sehingga seseorang merasa berguna, ceria, kuat dan lebih berarti, membentuk kelompok formal dengan tujuan tertentu (niche communities), berpartisipasi dalam kegiatan yang mendorong kembalinya kota kecil yang sehat (farmer’s market phenomenon), berpatisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan, penyesuaian sikap, pindah ke lingkungan masyarakat yang kekerabatannya lebih kuat, mengurangi pengaruh media yang kurang baik, meninggalkan kebiasaan ketergantunhgan terhadap kendaraan bermotor, dan mengikuti program-program kepribadian / merubah budaya.

  1. Menciptakan Masyarakat yang lebih Sehat (Creating Healthier Society)
Seperti diuraikan sebelumnya bahwa pembangunan highway dan pembaharuan perkotaan (urban renewal) di Amerika Serikat berpengaruh terhadap menurunnya vitalitas pusat kota sebagai akibat dari perkembangan kawasan pinggiran perkotaan yang semakin lebar dan tidak terkendali (unplanned suburban sprawl) dan hilangnya pola kota kecil yang sehat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut, yaitu :
a.    Mengelola ruang kota secara professional.
b.    Mendorong diversifikasikan sistem transportrasi, agar tidak tergantung
hanya kepada transportrasi dengan model kendaraan bermotor
c.   Meningkatkan pajak bahan bakar minyak
d.    Merubah peraturan perpajakan yang dapat mendorong terjadinya Sprawl
e.    Memilih pemimpin yang mempunyai kesadaran untuk mewujudkan kota sehat dan merubah peraturan Zonasi (Zoning law) yang mendukung / pro urban sprawl.

VII. Kesimpulan dan Saran

Urban sprawl adalah suatu proses perubahan fungsi dari wilayah yang bernama perdesaan
menjadi wilayah perkotaan, yaitu suatu proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran yang melimpah, dengan kata lain terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah luar. Urban Sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara vertikal maupun horisontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota. Hal ini terjadi karena perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea pinggiran kota dengan berbagai alasan dan implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang kurang baik.

Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna lahan yang terjadi secara serempak, yaitu Single-use zoning, Low-density zoning dan  Car-dependent communities. Menurut informasi yang didapat, ternyata fenomena Urban sprawl ini lebih memiliki banyak dampak yang negatif bagi lingkungan sekitarnya, daripada dampak positif yang ditimbulkan. Namun dampak-dampak negatif tersebut sebenarnya dapat diatasi. Karena urban sprawl sendiri bukanlah suatu fenomena yang tidak bisa untuk dihindari. Salah satu caranya adalah dengan penerapan kebijakan yang lebih tegas dari pihak yang berwenang untuk membatasi stakeholder yang ingin melakukan ekspansi dalam hal perluasan kota ini.


http://www.planningreports.com/planning-abcs/u.html
http://mrosul.edublogs.org/urban-sprawl/

Komentar

Unknown mengatakan…
Siang mbak.. mbak sy tuh mau ngambil teori ttg urban sprawl di blog ini yg bagian "Semakin bertambahnya penduduk kota menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap jumlah lahan yang digunakan, baik untuk fungsi perumahan, perkantoran, dan fasilitas sosial ekonomi lainnya." kalo boleh tau itu sumber bukunya dari mana ya? soalnya saya gak boleh sumber langsung dari blog...mohon bantuannya..terimakasih. :)
Debby Rahmi Isnaeni mengatakan…
siang juga, untuk kalimat itu kebetulan opini saya sendiri mbak. mungkin bisa mengutipnya dari nama saya saja hehe.
terimakasih sudah membaca dan menjadikan referensi ya :)
Anonim mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
dylas aman mengatakan…
good information. I really need to understand the concept of urban sprawl and your entry does help me :)
Anonim mengatakan…
Wahh terimakasih sudah menulis ini dan berbagi ilmu... saya jadi lebih paham ttg urban sprawl :D
Anonim mengatakan…
Artikelnya bagus, cuman tidak bisa dijadikan referensi karena bukan peer reviewed source, Kalo mau reference ambil yang dari jurnal international seperti Proques, Jstor, dll. karena suda di reviewed beberapa kali sebelum published. Thanks.
Unknown mengatakan…
terima kasih informasinya

Postingan Populer