Kampung Cireundeu
Minggu, 22 Mei 2011 lalu saya berkunjung ke sebuah perkampungan tradisional di Kawasan Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kampung ini terkenal dengan kampung pengolah singkong di Jawa Barat. Kami berkunjung ke kampung ini karena ingin tahu lebih banyak mengenai ragam jenis olahan singkong yang dapat dibuat. Saat itu kami baru tahu bahwa kampung ini adalah sebuah kampung wisata yang sering didatangi wisatawan dari luar Kabupaten bahkan mancanegara.
Sesampainya disana, ada seorang bapak yang memberitahu kami bahwa ada salam khas di kampung ini, yaitu harus mengucapkan "Sampurasun!" setiap berpapasan dengan warga setempat. Dilarang mengucapkan kata lain, bahkan "Punten" atau "Assalamualaikum" sekalipun. Beliau juga mengatakan bahwa masyarakat asli kampung Cireundeu ini selalu berpakaian hitam dan berikat kepala hitam. Beliau menunjukkan jalan kepada kami menuju rumah yang digunakan sebagai balai pertemuan di kampung ini, yaitu rumah Ibu Elis.
Masyarakat Kampung Cireundeu terbiasa mengkonsumsi singkong setiap harinya. Singkong diolah menjadi butiran layaknya nasi sebagai makanan pokok, rasi namanya. Rasi merupakan hasil terakhir dari pengolahan singkong menjadi tepung, dan renggining. Masyarakat Kampung Cireundeu tidak pernah mengkonsumsi nasi sama sekali, bukan karena tidak punya uang, melainkan karena adat turun-temurun. Harga rasi memang jauh lebih murah dibandingkan beras, hanya Rp2000,00 setiap kilonya.
Selain diolah sebagai makanan pokok pengganti nasi, kampung ini juga mampu menciptakan berbagai jenis olahan singkong lainnya, mulai dari kerupuk, opak, renggining, semprong (egg roll), berbagai olahan makanan basah, tepung, hingga dendeng yang rasanya menyerupai daging sapi walaupun terbuat dari ikan patin. Oleh karena itu kampung ini terkenal sebagai kampung wisata dan kampung adat. Masyarakat kampung ini sangat ramah. Mereka akan menjamu siapa saja yang datang dengan alasan apapun. Pengunjung diperbolehkan untuk mencicipi seluruh olahan yang mereka buat, dan diperbolehkan untuk melihat dan mempelajari lebih lanjut bagaimana cara pengolahannya.
Sayangnya ketika kunjungan itu, masyarakat setempat sedang bersiap-siap menunggu kedatangan tamu dari Lembang dan Filipina. Oleh karena itu tidak ada warga yang mengolah singkongnya pagi itu. Mereka mempersiapkan ruangan dan berbagai hidangan untuk penyambutan. Lain waktu kami akan datang lagi untuk berkunjung dan mempelajari banyak hal dikampung ini. Karena kampung ini memang dikembangkan oleh PemProv Jabar sebagai kampung mandiri percontohan.
Sekian..
Sesampainya disana, ada seorang bapak yang memberitahu kami bahwa ada salam khas di kampung ini, yaitu harus mengucapkan "Sampurasun!" setiap berpapasan dengan warga setempat. Dilarang mengucapkan kata lain, bahkan "Punten" atau "Assalamualaikum" sekalipun. Beliau juga mengatakan bahwa masyarakat asli kampung Cireundeu ini selalu berpakaian hitam dan berikat kepala hitam. Beliau menunjukkan jalan kepada kami menuju rumah yang digunakan sebagai balai pertemuan di kampung ini, yaitu rumah Ibu Elis.
Gerbang Masuk Kampung Cireundeu |
Masyarakat Kampung Cireundeu terbiasa mengkonsumsi singkong setiap harinya. Singkong diolah menjadi butiran layaknya nasi sebagai makanan pokok, rasi namanya. Rasi merupakan hasil terakhir dari pengolahan singkong menjadi tepung, dan renggining. Masyarakat Kampung Cireundeu tidak pernah mengkonsumsi nasi sama sekali, bukan karena tidak punya uang, melainkan karena adat turun-temurun. Harga rasi memang jauh lebih murah dibandingkan beras, hanya Rp2000,00 setiap kilonya.
Selain diolah sebagai makanan pokok pengganti nasi, kampung ini juga mampu menciptakan berbagai jenis olahan singkong lainnya, mulai dari kerupuk, opak, renggining, semprong (egg roll), berbagai olahan makanan basah, tepung, hingga dendeng yang rasanya menyerupai daging sapi walaupun terbuat dari ikan patin. Oleh karena itu kampung ini terkenal sebagai kampung wisata dan kampung adat. Masyarakat kampung ini sangat ramah. Mereka akan menjamu siapa saja yang datang dengan alasan apapun. Pengunjung diperbolehkan untuk mencicipi seluruh olahan yang mereka buat, dan diperbolehkan untuk melihat dan mempelajari lebih lanjut bagaimana cara pengolahannya.
Berbagai Jenis Olahan Singkong |
Sayangnya ketika kunjungan itu, masyarakat setempat sedang bersiap-siap menunggu kedatangan tamu dari Lembang dan Filipina. Oleh karena itu tidak ada warga yang mengolah singkongnya pagi itu. Mereka mempersiapkan ruangan dan berbagai hidangan untuk penyambutan. Lain waktu kami akan datang lagi untuk berkunjung dan mempelajari banyak hal dikampung ini. Karena kampung ini memang dikembangkan oleh PemProv Jabar sebagai kampung mandiri percontohan.
Sekian..
Kami bersama Ibu Elis dan cucunya |
Komentar